Pasca Proklamasi, Jakarta Seolah Tempat Paling Bahaya di Dunia | merdeka.com – merdeka.com

Merdeka.com – Setelah kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, Jakarta menjadi salah satu tempat paling berbahaya di dunia.
Penulis: Hendi Jo
Aktivitas di Jalan Matraman Raya hingga Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat seolah tak henti berdenyut dari matahari terbit hingga terbenam. Di tengah gedung-gedung pencakar langit yang menjulang, hilir-mudik ratusan kendaraan menghembuskan suaranya bersanding dengan hiruk pikuk kesibukan para penduduk Jakarta.
Sulit membayangkan jika pada 76 tahun lalu, ruas jalan tersebut merupakan ajang terjadinya perang gerilya kota antara para pejuang Indonesia melawan Sekutu (Inggris dan Belanda).
“Hampir tiap hari, sepanjang Matraman kami menembaki mobil-mobil tentara Belanda dan Inggris dari balik gedung-gedung di Gang Sentiong…” ujar Soewardjono Soerjaningrat, mantan mahasiswa Ikadaigaku (sekolah kedokteran di era Jepang berkuasa) Salemba itu.
Beberapa bulan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Jakarta ibarat pusat-pusat konflik di Suriah hari ini. Selain berbagai pertempuran melawan prajurit-prajurit pemenang Perang Dunia II, aksi kekerasan berupa perampokan, pemerkosaan dan pembunuhan berlangsung secara sporadis terhadap orang-orang Eropa, Tionghoa dan Indo.
Di pasar-pasar, pemuda-pemuda nasionalis melarang pedagang menjual kebutuhan pokok kepada orang-orang Eropa. Para pembantu rumah tangga bangsa Eropa dikuntit untuk memastikan mereka tidak membawa makanan ke Menteng, wilayah elit yang didominasi orang-orang Eropa.
Aksi-aksi brutal tersebut mendapat balasan dari pihak yang diserang. Lewat para bekas tawanan Jepang yang dipersenjatai oleh serdadu Belanda, terbentuklah Batalyon X untuk menciptakan teror serupa di kalangan pribumi.
“Mereka dengan gembira memukuli atau membunuh setiap orang Indonesia yang menunjukan atribut Republik di tempat-tempat umum,” tulis Cribb dalam Gangsters and Revolutionaries, The Jakarta People’s Militia and The Indonesian Revolution 1945-1949.
Salah satu orang Indonesia yang pernah mengalami kebrutalan Batalyon X adalah Kasim. Masih segar dalam ingatannya, pada awal 1946 sekelompok pasukan Belanda mengepung dirinya yang saat itu tengah berjalan di Jalan Matraman Raya. Para pemuda (sebagian bumiputera juga) berseragam loreng itu memukulinya secara bergantian sambil memaki. Salah seorang dari mereka lantas merobek lencana merah putih di dadanya.
“Dia lalu menyuruh saya menelan lencana yang terbuat dari kain itu,” kenang lelaki kelahiran Jakarta pada 1930 itu.
Aksi-aksi seperti itu biasanya akan dibalas dengan penculikan atau penembakan secara gelap oleh para para pemuda Indonesia. Tak aneh jika suatu pagi di Jakarta, ada ditemukan mayat seorang Belanda atau Tionghoa yang mengambang di sungai-sungai. [noe]
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami
Reaksi Jenderal M Jusuf Dapat Laporan Banyak Panti Pijat di Jakarta Barat
Dijual Mulai 6 Januari, Ini Cara Beli dan Harga Tiket MotoGP Mandalika
Strategi Kolaborasi Jakarta dan Pemerintah Pusat Cegah Omicron
Analisis Dampak Penunjukan TNI-Polri jadi Penjabat Kepala Daerah
Advertisement
Advertisement
Perjalanan RUU TPKS yang Mandek di DPR
Omicron Merajalela Tapi Akhir Pandemi Kian Nyata
Catatan Jelang Purnatugas Anies Baswedan

source

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *