Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan mantan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) DKI Jakarta, Blessmiyanda yang melawan Gubernur DKI Jakarta. Dalam gugatan itu, Blessmiyanda tidak terima dicopot dari jabatannya karena kasus dugaan pelecehan seksual dengan bawahannya.
Hal itu tertuang dalam putusan PTUN Jakarta, yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (22/12/2021). Di mana kasus bermula saat Anies mencopot Blessmiyanda karena kasus dugaan pelecehan seksual ke bawahanya.
Pencopotan itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 499 Tahun 2021 Tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin Tingkat Berat Berupa Pembebasan Dari Jabatan Kepada Pegawai Negeri Sipil Atas Nama Blessmiyanda SPi., MSi. NIP/NRK 196910131997031004/121892 Pangkat/Golongan Ruang Pembina Utama Madya (IV/d) Jabatan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tanggal 23 April Tahun 2021.
Terhadap pencopotan dirinya itu, Blessmiyanda akhirnya melawan. Gugatan kepada Anies dilayangkan ke PTUN Jakarta. Apa kata majelis?
“Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp 349.500,” demikian bunyi putusan PTUN Jakarta yang diketok oleh ketua majelis Nasrifal dengan anggota Sutiyono dan M Syauqie.
Berikut pertimbangan majelis menolak gugatan Blessmiyanda:
Dari perbuatan-perbuatan Penggugat tersebut, yang terbukti sebagaimana dalam kesimpulan hasil pemeriksaan pada Laporan Hasil Pemeriksaan Penggugat Nomor 354/-073.61 tanggal 16 April 2021 huruf D pada pokoknya adalah bahwa benar Penggugat melakukan pelukan yang merupakan staff di Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa Provinsi DKI Jakarta dan dilakukan di lingkungan kantor, perbuatan Penggugat mana merupakan tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil dan/atau Pejabat yang tidak menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS yang memiliki dampak negatif pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yaitu mencemarkan kepercayaan publik terhadap sosok Pegwai Negeri Sipil dan/atau Pejabat yang tidak menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat PNS.
Penggugat telah mengakuinya sebagaimana tersebut dalam berita acara pemeriksaan tanggal 15 April 2021 (Bukti P-9, Bukti T-59), isi dari berita acara pemeriksaan mana sepanjang atas perbuatan yang diduga dilakukannya tersebut sama sekali tidak dibantah oleh Penggugat dan hal ini berkesesuaian dengan keterangan saksi di Persidangan dan juga Bukti P-8 = T-6, P-10 = T-10 dan T- 14.
Menimbang, bahwa terhadap rekaman dalam Bukti T-14 dinyatakan oleh Penggugat pada pokoknya hanyalah suara audio ilegal tanpa adanya pemeriksaan forensik terhadap rekaman tersebut, maka dengan mendasarkan pernyataan Penggugat pada Bukti P-10 = T-10, maka sama sekali tidak ada pengingkaran dari Penggugat sepanjang atas perbuatannya kepada saksi sebagaimana dalam isi rekaman dalam Bukti T-14 selain dari pada penjelasan Penggugat atas motivasinya dalam situasi pada rekaman di Bukti T-14 tersebut.
Menimbang, bahwa atas fakta hukum tersebut, maka perbuatan yang dilakukan Penggugat sudah dapat dikualifisir sebagai pelanggaran disiplin yakni tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, sehingga kepada Penggugat dapat dijatuhi hukuman disiplin sesuai Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, pembuktian atas perbuatan mana tidak harus dibuktikan terlebih dahulu melalui mekanisme penyelesaian pidana. Hal ini sejalan pula dengan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 yang mengatur pada pokoknya bahwa dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Menimbang, bahwa perbuatan Penggugat tersebut adalah benar merupakan pelanggaran terhadap kewajiban bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS, pelanggaran mana berdampak negatif pada pemerintah Provinsi DKI Jakarta, hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 6 jo. Pasal 10 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Menimbang, bahwa atas dasar tersebut, tindakan hukum Tergugat dalam menerbitkan KTUN objek sengketa dari aspek prosedur dan substansi dengan menjatuhkan hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan yang termasuk ke tingkat dan jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (1) huruf c jo. Ayat (4) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 kepada Penggugat adalah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terhadap keberatan Penggugat yang menyampaikan pada pokoknya pemotongan tambahan penghasilan Penggugat sebesar 40 persen selama 24 bulan adalah maladministrasi dan penyelundupan hukum karena Pasal 7 Ayat (1) huruf c jo. Ayat (4) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tidak mengatur sanksi tersebut termasuk kategori tingkat dan jenis hukuman disiplin berat, maka Pengadilan merujuk pada Pasal 33 ayat (1) huruf c angka 3 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 19 Tahun 2020 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai, sehingga pemotongan tambahan penghasilan Penggugat tersebut merupakan konsekwensi logis menurut hukum dari dijatuhkannya hukuman disipin tingkat berat kepada Penggugat yaitu tidak lagi menduduki jabatan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang/Jasa Provinsi DKI Jakarta.
Atas putusan di atas, Blessmiyanda tidak terima dan saat ini mengajukan banding.
Simak juga ‘Pertimbangan Anies Naikkan UMP DKI Jadi 5,1%’: