Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atas terdakwa mantan Direktur Teknik Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno. Dalam kasus itu, Hadinoto dihukum 8 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan pesawat dan pencucian uang.
“Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa. Menguatkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 23 Juni 2021Nomor3/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Jkt.Pst yang dimintakan banding tersebut,” demikian bunyi putusan PT Jakarta yang dilansir website-nya, Selasa (9/11/2021).
Vonis itu diketok oleh ketua majelis Muhammad Yusuf dengan anggota Haryono dan Singgih Budi Prakoso.
“Memerintahkan supaya Terdakwa tetap ditahan di Rumah Tahanan Negara dan masa penahanan yang telah dijalaninya dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ucapnya.
Sebagaimana diketahui, pada Juni 2021, PN Jakpus menyatakan Hadinoto Soedigno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan menjatuhkan hukuman 8 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan ketentuan, apabila denda tidak dibayar, diganti 3 bulan kurungan.
Selain itu, Hadinoto dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti. Dia diwajibkan membayar uang pengganti sebesar USD 2.302.974,08 dan uang sebesar EUR 477.560 atau setara dengan SGD 3.771.637,58 atau setidak-tidaknya jumlah yang senilai dengan nilai itu selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Adapun SGD 3.771.637,58, jika dikonversikan dengan mata uang rupiah dengan kurs Rp 10.793,64 saat ini, nilainya sekitar Rp 40.709.698.248,991.
“Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal Terdakwa tidak punya harta benda yang cukup, maka dipenjara selama 4 tahun,” kata hakim Rosmina.
Adapun hal memberatkan vonis Hadinoto adalah perbuatannya dianggap mencoreng nama baik Indonesia di tingkat internasional. Sedangkan hal meringankannya dia dinilai sopan dan belum pernah dihukum.
“Perbuatan Terdakwa dilakukan terhadap BUMN dalam bidang penerbangan yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia yang melekat lambang negara yang seharusnya dapat mengharumkan nama bangsa, tidak hanya tingkat nasional, tapi juga internasional, Terdakwa memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional, Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” tutur hakim.